Kisah orang pinggiran
Mentari siang ini begitu kejam!
Dengan keganasannya membakar kulitku.
Peluh membasahi seluruh jasadku,
jasad yang masih bernyawa
namun jiwaku telah lama mati!
Kerikil-kerikil kehidupan menghujam tajam
menusuk kaki-kaki telanjangku.
Ku paksa untuk tetap menanjak perlahan
mendaki cita-cita yang usang
cita-cita menggapai langit luas
langit tanpa bintang…
Aku tak pedulikan tatapan tajam
dan sorotan penuh hinaan atau cacian.
Aku seolah telah kebal dengan rasa sakit,
karena sayatan luka di jiwaku sudah tak terhitung berapa banyak jumlahnya.
Aku sudah terbiasa dengan kemerosotan moral
yang mereka hardikkan pada tubuh kumalku.
Dan aku mungkin tak punya nyali,
untuk berdiri tegak menantang sang penguasa lalim!
Aku hanya tahu bernafas
dan semata itu karena paru-paruku masih mampu menghirup oksigen yang kian menyesak dada.
Aku hanya tahu mencari
apa yang bisa ku konsumsi untuk satu hari ini saja.
Aku tak bisa bermimpi
karena mimpi hanya milik mereka yang punya kesempatan untuk bermimpi…
Aku hanya bisa menatap langit
berteriak pada kehampaan jiwa
mengeluh pada malam yang dingin…
Mentari siang ini,
kian ganas membakar kulitku.
Seolah mencambuk jasad rentaku,
memaksa kaki-kaki kurusku
menyusuri jalan berliku dan berkerikil tajam.
Agar aku kian tegar menghadapi realita hidup.
Meski tak lagi ku rasakan
apa makna hidup ini sebenarnya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar